Categories
Tanya Jawab Alkitab What's New

Perintah: Jangan Membunuh dan Berperang

Pertimbangan dilematis menempatkan orang-percaya dalam tantangan untuk menentukan mana yang benar, perintah Allah untuk tidak membunuh sekaligus untuk berperang.

Pertanyaan: Kalau Tuhan memberikan perintah “Jangan membunuh!”, bagaimana dengan pembunuhan dalam peperangan?

Topik-topik dilematis seidentik Perintah Allah: Jangan Membunuh dan Perintah untuk Berperang memang sering ditemui di tengah-tengah pembicaraan orang-orang-percaya. Sepuluh Hukum merupakan kesepuluh hukum di Alkitab yang diberikan Allah kepada bangsa Israel setelah mereka keluar dari Mesir. Sepuluh Hukum pada dasarnya merupakan ringkasan dari sekitar 613 perintah (taryag mitzvot, bhs. Ibrani) yang terkandung dalam hukum Perjanjian Lama.

Keempat hukum pertama berkenaan dengan relasi manusia dengan Allah. Keenam hukum berikutnya berkenaan dengan relasi antara satu manusia dengan yang lain. Kesepuluh Hukum ini dicatat dalam Alkitab dalam kitab Keluaran 20:1-17 dan Ulangan 5:6-21.

Hukum yang ke-6, “Jangan membunuh.” (Kel. 20:13; Ul. 5:17) merupakan perintah yang melarang pembunuhan yang terencana terhadap orang lain.

Secara bahasa, dalam hal ini makna kata “membunuh”, dari perintah yang berbunyi, “Jangan membunuh.” adalah kata kerja yang menggunakan istilah dalam bahasa Ibrani, Ratsakh, yang mencakup 2 (dua) tindakan, yaitu pertama pembunuhan (mematikan) yang tidak sah atau tidak bermoral dari manusia lain (arti spesifik dari kata “pembunuhan” dalam tindak kriminalitas yang melanggar hukum sipil) dan kedua juga yang menyebabkan kematian orang lain melalui perilaku yang ceroboh atau lalai (seperti dalam Ul. 19:4-6; lihat Bil. 35:22-25). Kata kerja ini tidak pernah digunakan dalam PL untuk arti “membunuh dalam perang”. Kebalikan dari pembunuhan ini diperintahkan dalam Im. 19:18, “Kamu harus mencintai sesamamu seperti dirimu sendiri.”

Jika Tuhan memberikan perintah bagi umat Israel Kuno yang melarang pembunuhan, bagaimana mungkin peperangan yang dilakukan oleh umat Israel Kuno di dalam Perjanjian Lama bisa terjadi? Apakah Tuhan lupa dengan perintah-Nya sendiri ketika Ia memerintahkan umat-Nya untuk membinasakan bangsa-bangsa lain yang berperang melawan mereka?

Tidak sedikit orang yang salah paham mengartikan perintah “jangan mematikan” dan kemudian menerapkannya pada konteks perang. Kembali kepada tinjauan bahasa di atas tadi, bahwa Alkitab sebetulnya mengatakan “Jangan membunuh (kata Ibrani “ratsakh” pada Kel. 20:13 dan Ul. 5:17) pada dasarnya berarti: “mematikan seseorang secara direncanakan lebih dahulu dan dengan kebencian.”

Ratsakh berarti mematikan seseorang secara direncanakan lebih dahulu dan dengan kebencian.

Di dalam PL, sering dijumpai Allah memerintahkan orang-orang Israel untuk pergi berperang dengan bangsa-bangsa lain (1 Samuel 15:3; Yosua 4:13). Allah juga memerintahkan hukuman mati untuk berbagai kejahatan (Keluaran 21:12; 21:15; 22:19; Imamat 20:11).
Di zaman dulu, umat Israel berperang mewakili Allah. Bangsa-bangsa yang dikalahkan orang Israel sangatlah kejam dan suka melakukan perbuatan menjijikkan, seperti seks dengan binatang, seks dengan saudara kandung, dan mempersembahkan anak sebagai korban. Allah memberi mereka waktu yang sangat lama untuk berubah. Tetapi, mereka terus menajiskan diri dengan semua perbuatan itu. Jadi, Allah memutuskan untuk menghukum mereka.​ (Lihat Imamat 18:21-25; Yeremia 7:31).

“Janganlah kauserahkan seorang dari anak-anakmu untuk dipersembahkan kepada Molokh, supaya jangan engkau melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN. Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian. Janganlah engkau berkelamin dengan binatang apapun, sehingga engkau menjadi najis dengan binatang itu. Seorang perempuan janganlah berdiri di depan seekor binatang untuk berkelamin, karena itu suatu perbuatan keji. Janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya itu, sebab dengan semuanya itu bangsa-bangsa yang akan Kuhalaukan dari depanmu telah menjadi najis. Negeri itu telah menjadi najis dan Aku telah membalaskan kesalahannya kepadanya, sehingga negeri itu memuntahkan penduduknya.” (Imamat 18:21)

“Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku.” (Yer. 7:31)

Jadi, rupanya Allah sama sekali bukan melarang mematikan orang dalam keadaan apapun, namun yang dilarang adalah pembunuhan.

”Karena kefasikan bangsa-bangsa itulah, TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.” (Ulangan 9:5)

Tentu, perang tidak pernah merupakan hal yang baik, namun kadang-kadang memang dibutuhkan. Dalam dunia yang penuh dengan orang-orang yang berdosa (Roma 3:10-18), terbukti perang tidak terhindarkan. Kadang-kadang, satu-satunya cara untuk mencegah orang-orang yang berdosa melakukan bencana lebih besar adalah dengan memerangi mereka.
Jadi jelas bahwa perang adalah hal yang mengerikan! Perang selalu merupakan akibat dari dosa.

Dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan orang-orang Israel untuk:

“Lakukanlah pembalasan orang Israel kepada orang Midian,” (Bilangan 31:2)

“Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan hidup apapun yang bernafas, melainkan kautumpas sama sekali, yakni orang Het, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.” (Ulangan 20:16-17)

“Ia berkata: ‘Tangan di atas panji-panji TUHAN! TUHAN berperang melawan Amalek turun-temurun.’” (Keluaran 17:16)

“TUHAN telah menyuruh engkau pergi, dengan pesan: ‘Pergilah, tumpaslah orang-orang berdosa itu, yakni orang Amalek, berperanglah melawan mereka sampai engkau membinasakan mereka.’” (1 Samuel 15:18)

Di sini nampak jelas bahwa ternyata Allah tidak menentang peperangan. Jika demikian, bagaimana dengan pandangan Yesus terhadap peperangan? Apakah Ia memiliki pandangan yang sama dengan apa yang dinyatakan oleh Allah di PL? Di kitab Injil Yohanes 10:30 dikatakan oleh Yesus bahwa “Aku dan Bapa adalah satu.” Jadi, tentu Yesus akan selalu sepaham dengan Bapa. Tetapi perlu dicermati, kita tidak bisa mengatakan bahwa perang adalah kehendak Allah dalam Perjanjian Lama. Allah itu tidak berubah (Lihat Maleakhi 3:6; Yakobus 1:17).

“Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap.” (Mal. 3:6)

“Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” (Yak. 1:17)

Berbicara tentang “Allah itu tidak berubah”, mari kita perhatikan apa yang akan terjadi jauh di masa depan yaitu tentang Akhir Zaman. Kedatangan Yesus yang kedua kali juga pasti akan penuh dengan kekerasan. Wahyu 19:11-21 mengatakan,

“Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: ‘Yang Setia dan Yang Benar’, Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri. Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: ‘Firman Allah.’ Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih. Dan dari mulut-Nya keluarlah sebilah pedang tajam yang akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan menggembalakan mereka dengan gada besi dan Ia akan memeras anggur dalam kilangan anggur, yaitu kegeraman murka Allah, Yang Mahakuasa. Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: ‘Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.’ Lalu aku melihat seorang malaikat berdiri di dalam matahari dan ia berseru dengan suara nyaring kepada semua burung yang terbang di tengah langit, katanya: ‘Marilah ke sini dan berkumpullah untuk turut dalam perjamuan Allah, perjamuan yang besar, supaya kamu makan daging semua raja dan daging semua panglima dan daging semua pahlawan dan daging semua kuda dan daging semua penunggangnya dan daging semua orang, baik yang merdeka maupun hamba, baik yang kecil maupun yang besar.’ Dan aku melihat binatang itu dan raja-raja di bumi serta tentara-tentara mereka telah berkumpul untuk melakukan peperangan melawan Penunggang kuda itu dan tentara-Nya. Maka tertangkaplah binatang itu dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah mengadakan tanda-tanda di depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan mereka yang telah menerima tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah patungnya. Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang. Dan semua orang lain dibunuh dengan pedang, yang keluar dari mulut Penunggang kuda itu; dan semua burung kenyang oleh daging mereka.”

(Lihat juga topik peperangan Gog dan Magog)

Dengan demikian, tidak benar jika kita mengatakan bahwa Allah tidak pernah mendukung perang. Allah bukan anti perang. Dalam dunia yang penuh dengan orang-orang jahat, kadang-kadang perang diperlukan untuk mencegah kejahatan yang lebih besar.

Apa yang terjadi jika Hitler tidak dikalahkan waktu Perang Dunia II? Akan berapa banyak lagi orang-orang Yahudi yang akan dibunuh? Jika Perang Saudara tidak terjadi, berapa banyak lagi orang-orang Amerika keturunan Afrika yang akan menderita sebagai budak?
Ini yang harus dicamkan, bahwa kita harus ingat untuk selalu berpegang pada kebenaran Alkitab, bukannya pada emosi kita (Lihat 2 Timotius 3:16-17).

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Tim. 3:16)

Coba perhatikan apa yang dikatakan di dalam Pengkhotbah 3:8, “Ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.” Dalam dunia yang penuh dengan dosa, kebencian dan kejahatan (Roma 3:10-18), mengakibatkan perang tidak terelakkan.

Semua peperangan di dunia ini pada dasarnya adalah akibat dari dosa. Orang Kristen tidak seharusnya menghendaki perang, namun orang Kristen juga tidak boleh melawan pemerintah yang telah diberi kuasa oleh Tuhan (Lihat Roma 13:1-4; 1 Petrus 2:17).

“Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.” (Roma 13:1-4)

“Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” (1 Pet. 2:17)

Surat Filipi 4:6-7 menuliskan pesan kepada orang-percaya, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
Hal yang paling penting yang dapat dilakukan orang Kristen dalam masa perang adalah berdoa meminta hikmat bagi para pemimpin, keselamatan bagi anggota-anggota militer dan penyelesaian konflik secara cepat, dan korban yang sesedikit mungkin – pada kedua belah pihak.

Pengertian “pada kedua belah pihak” di sini sangat penting. Artinya, orang Kristen tentu tidak boleh berperang melawan musuh mereka. Rasul Paulus menulis kepada saudara seimannya, ”Jika mungkin, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang . . . janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan.”(Roma 12:18, 19). Namun, secara bersamaan, orang Kristen juga tidak boleh memihak.
Tuhan Yesus tidak mengutus murid-murid-Nya berperang. Sebaliknya Dia memerintahkan, ”Teruslah kasihi musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu; dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.” (Matius 5:44, 45) Meski negara mereka berperang (melawan kerajaan Romawi), mereka akan selalu netral karena mereka ”bukan bagian dari dunia” (Yohanes 15:19). Allah ingin umat-Nya di seluruh dunia mengasihi musuh mereka dan tidak terlibat dengan urusan dunia.

Jawab Yesus: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” (Yoh. 18:36)

Suatu waktu, Tuhan akan menghentikan peperangan. Karena itu, Kerajaan Allah, yang memerintah dari surga, akan segera memusnahkan semua alat perang dan mengajar manusia untuk selalu berdamai. Alkitab meyakinkan kita bahwa Allah akan ”menjadi hakim antara banyak bangsa, dan akan menjadi wasit bagi suku-suku bangsa yang besar sampai ke tempat yang jauh; mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak, dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.” (Mikha 4:3)

Alkitab menyatakan, di bawah Kerajaan Allah, tidak akan ada lagi konflik antar bangsa, tidak ada lagi keputusan tidak adil yang membuat orang memberontak, atau prasangka yang memecah persatuan. Perang pun akan lenyap. Allah berjanji bahwa tidak akan ada lagi yang ”membawa celaka atau menimbulkan kerusakan . . . karena seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya.”​ (Yesaya 11:9)

“Ia menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!” (Maz. 46:9)

Image by WeAppU from Pixabay

3 replies on “Perintah: Jangan Membunuh dan Berperang”

Syallom, menjadi bertambah pengertian akan Firman Tuhan, semakin mengerti membedakan akan Perintah Tuhan dan yg tdk diperbolehkan oleh Tuhan, Tq Ps. Budi S…semakin dipakai Tuhan lebih lagi…JBU

Terimakasih Pak Budi uraiannya sangat gamblang. Membuat saya semakin memahami Firman Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati pelayanan dan keluarga pak Budi.

Uraian yang sangat berani! Membuat saya harus mencoba semakin menyelami sifat Tuhan lebih lagi. Tentu akan menimbulkan banyak pertanyaan dan pro kontra. Tetapi paling tidak, sedikit banyak uraian ini mencoba menjawab pribadi Tuhan yg sepertinya berbeda antara PL dan PB, serta memotivasi orang percaya untuk bertindak aktif terhadap kejahatan dan ketidakadilan yang ada di depan mata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *