Categories
Class of Believers Iman Praktis What's New

Puasa Menurut Pandangan Iman Kristen

Puasa Alkitabiah dapat menjadi latihan praktis yang banyak sekali memberikan manfaat lahiriah sekaligus membangun kedisiplinan rohani yang kokoh.

Puasa menurut pandangan iman Kristen kadang menjadi topik yang kurang menarik untuk dibahas, namun demikian puasa yang benar dan Alkitabiah dapat menjadi latihan praktis yang banyak sekali memberikan manfaat lahiriah sekaligus membangun kedisiplinan rohani yang kokoh. Mari kita baca terlebih dahulu cerita tentang puasa di Alkitab dalam ketiga kitab Injil ini:

Matius 9:14-17 | Markus 2:18-22 | Lukas 5:33-39

“Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: ‘Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?’ Jawab Yesus kepada mereka: ‘Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.'”(Matius 9:14-17 IT)

“Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: ‘Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?’ Jawab Yesus kepada mereka: ‘Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.'”(Markus 2:18-22 ITB)

“Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: ‘Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.’ Jawab Yesus kepada mereka: ‘Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.’ Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: ‘Tidak seorangpun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. Dan tidak seorangpun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.'”(Lukas 5:33-39 ITB)

Selang beberapa waktu setelah Tuhan Yesus merayakan Paskah (tahun 30 M), pada saat itu Yohanes Pembaptis sedang dipenjarakan. Yohanes ingin murid-muridnya menjadi pengikut Yesus, tapi setelah Yohanes dipenjarakan, tidak semua muridnya mengikuti Yesus. Ini terlihat dari beberapa murid-murid Yohanes, sebagaimana pada bacaan ketiga Injil di atas, yang bertanya perihal puasa kepada Yesus.

Sesudah menjelang Paskah (tahun 31 M), waktu di mana peristiwa murid-murid Yohanes berjumpa dengan Yesus, maka kemudian mereka bertanya, ”Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” (Matius 9:14 ITB) Dalam banyak peristiwa, orang Farisi sangat taat dalam menjalankan hukum-hukum keagamaan, termasuk puasa, yang kemudian dijalankan sebagai tradisi agama. Di satu waktu, dalam sebuah perumpamaan, Yesus bercerita tentang seorang Farisi yang dengan sombong berdoa, ”Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain . . . aku berpuasa dua kali seminggu.” (Lukas. 18:11, 12 ITB) Mungkin sebagian kelompok murid Yohanes berpuasa untuk menjalankan tradisi agama atau sebagai tanda kesedihan karena Yohanes, guru mereka, sedang dipenjarakan. Mereka mungkin berharap murid-murid Yesus juga melakukannya.

Namun, Yesus menjawab dengan perumpamaan, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Mat. 9:15 ITB)

Penulis Injil Yohanes pernah mengatakan bahwa Yesus adalah sang pengantin laki-laki. (Yohanes 3:28, 29 ITB) Jadi selama Yesus masih ada bersama dengan murid-murid-Nya, tentu mereka tidak berpuasa. Tetapi, saat Yesus meninggal, barulah mereka akan berduka, berkabung dan kehilangan selera makan. Tetapi setelah 3 hari Yesus bangkit dari antara orang mati, mereka akan sangat bahagia. Pastilah mereka tidak perlu lagi berpuasa sebagai tanda berkabung.

Untuk mengerti situasi ini, kita bisa belajar dari materi pengajaran Tuhan Yesus, yaitu dalam dua perumpamaan tentang baju dan kantong anggur. ”Kalau ada baju tua yang robek, tidak ada yang akan menambalnya dengan kain baru, karena kain baru itu akan menyusut, dan robeknya akan semakin parah. Juga, orang tidak menyimpan anggur baru dalam kantong kulit yang sudah tua. Kalau mereka lakukan itu, kantong itu akan pecah dan anggurnya tumpah, dan kantong itu rusak. Sebaliknya, orang menyimpan anggur baru dalam kantong baru.” (Matius 9:16, 17 ITB) Apa artinya perumpamaan ini?

Sederhananya, para pendengar Yesus bisa dengan mudah membayangkan perumpamaannya. Kalau seseorang memakai kain yang masih baru dan belum menyusut untuk menambal baju yang sudah lama, apa yang terjadi? Waktu baju itu dicuci, tambalan itu akan menyusut dan menarik kain di sekitarnya. Akibatnya, baju itu robek.
Demikian juga dengan minuman anggur, biasanya minuman anggur disimpan dalam kantong yang terbuat dari kulit binatang. Lama-lama, kulit itu akan mengeras dan menjadi kaku. Jika anggur yang masih baru dimasukkan ke dalam kantong yang lama (tua) itu, apa yang terjadi? Fermentasi anggur (yang baru) akan menimbulkan tekanan sehingga kulit yang sudah tua dan keras itu bisa pecah.

Tuhan Yesus ingin memberitahu para pengikut Yohanes Pembaptis bahwa murid-murid-Nya tidak akan mengikuti kebiasaan agama Yahudi yang sudah lama (kadaluwarsa), termasuk hal berpuasa. Agama Yahudi waktu itu identik dan penuh dengan tradisi manusia. Itu berbeda dengan ibadah yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya. Tuhan Yesus datang bukan untuk menambal cara ibadah yang sudah waktunya disingkirkan (ditinggalkan), seolah menambal baju tua dengan kain baru atau memasukkan anggur baru ke dalam kantong tua.

Apakah orang Kristen wajib berpuasa? Jawabannya adalah Tidak. Allah memang mengharuskan bangsa Israel untuk berpuasa pada Hari Pendamaian, agar mereka ingat bahwa mereka tidak sempurna dan butuh pengampunan dari Allah (Imamat 16:29-​31). Tetapi perintah itu tidak berlaku lagi setelah Tuhan Yesus menebus dosa semua orang yang telah bertobat (Ibrani 9:24-26; 1 Petrus 3:18). Orang Kristen telah dibenarkan di dalam Kristus (Roma 4:9), sedangkan Tuhan Yesus datang untuk menggenapi Hukum Taurat (Matius 5:17-20), maka orang Kristen tidak perlu merayakan Hari Pendamaian karena Hukum Taurat tidak berlaku lagi bagi mereka. (Roma 10:4; Kolose 2:13, 14) Sehingga, orang Kristen bisa memutuskan secara pribadi apakah mereka mau berpuasa atau tidak.​ (Roma 14:1-4).

Tuhan adalah sumber sukacita (1 Timotius 1:11), maka fokus dari ibadah orang Kristen adalah kebahagiaan sejati, dan bukanlah puasa. Alkitab tidak pernah menghubungkan berpuasa dengan kebahagiaan. Jadi, ciri khas dari ibadah orang Kristen yang benar adalah bahagia. Ini sesuai dengan sifat Tuhan-nya orang Kristen, yaitu ”Allah yang bahagia”.​ (Pengkhotbah 3:12, 13; Galatia 5:22).

Tuhan adalah sumber sukacita, maka fokus dari ibadah orang Kristen adalah kebahagiaan sejati.

Lihat juga: Petunjuk Berpuasa yang Aman dan Benar sesuai Alkitabiah

Image by congerdesign from Pixabay

One reply on “Puasa Menurut Pandangan Iman Kristen”

Selama ini sering terjadi perdebatan yaitu : apakah puasa wajib bagi orang Kristen. Dari keterangan di atas saya jadi mengerti bahwa orang Kristen tidak wajib puasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *