daftar isi
- Nubuatan Berujung pada Pewahyuan Baru
- Karunia Bernubuat ataukah Nubuatan Nabi?
- Pesan Nabi Merupakan Pewahyuan Baru
- Masihkah Nabi Diperlukan Saat Ini?
- Penutup
Nubuatan Berujung pada Pewahyuan Baru
Bernubuat atau meramal kejadian di masa depan merupakan salah satu tugas yang khas yang seringkali dilakukan oleh seorang nabi atau nabiah (nabi perempuan) di Alkitab. Lihat keterangan lengkap tentang nabi di dalam Alkitab di sini. Persoalan yang cukup membuat bias bagi banyak orang-percaya tentang nabi ialah bahwa nubuat seolah-olah menjadi satu-satunya tanda bagi seseorang (di jaman sekarang) untuk kemudian diyakini sebagai seorang nabi atau menyandang gelar nabi seperti para nabi/nabiah di dalam Alkitab. Permasalahan selanjutnya ialah bahwa pesan-pesan nubuatan melalui perkataan ini dianggap sangat legit (bhs. Inggris; sahih) sebagai pernyataan langsung dari Allah dan dan merupakan pewahyuan-pewahyuan bari dari Allah. Demikianlah diyakini banyak orang bahwa perkataan itu disampaikan kepada mereka secara khusus oleh seorang nabi. Nabi baru membawa pewahyuan baru. Perlukah?
Karunia Bernubuat ataukah Nubuatan Nabi?
Penting untuk dipahami bersama, bahwa seorang nabi bernubuat dengan seseorang yang berkarunia nubuat (karunia rohani) merupakan dua hal yang berbeda. Dalam sejarah Gereja Mula-mula (abad ke-1), karunia bernubuat tampaknya menjadi karunia sementara yang diberikan oleh Kristus untuk mendirikan Gereja (selain mencakup namun bukan sekedar organisasi/lembaga Kristen melainkan Ekklesia; pribadi Kristen/pengikut Kristus).
Dalam rangka pendirian gereja/ekklesia inilah, segala pengetahuan rohani serta pengajaran para nabi menjadi fondasi/dasar dari Gereja/pengikut Kristus (Ef 2:20 – “yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.”). Jadi jelas bahwa nabi di sini menyatakan pesan dari Allah untuk orang-orang-percaya mula-mula saat itu. Kadangkala, pesan nabi merupakan pernyataan wahyu (wahyu yang baru dan kebenaran dari Allah pada zaman itu). Kadang-kadang juga bersifat prediktif/ramalan (lihat Kis 11:28 dan 21:10).
“Seorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa seluruh dunia akan ditimpa bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius.” – (Kis 11:28 ITB)
“Setelah beberapa hari kami tinggal di situ, datanglah dari Yudea seorang nabi bernama Agabus.” – (Kis 21:10 ITB)
Pesan Nabi Merupakan Pewahyuan Baru
Mengapa pesan nabi merupakan pernyataan wahyu yang baru? Pada jaman Perjanjian Baru (abad ke-1), orang-orang Kristen mula-mula adalah kelompok orang-orang yang didominasi oleh suku/bangsa Yahudi. Sebagai orang kristen-Yahudi, dalam beribadah, mereka selalu berkumpul di tempat-tempat ibadah yang disebut Sinagoga seperti halnya orang Yahudi pada umumnya. Hal menarik lainnya tentang orang-orang Kristen mula-mula ini adalah bahwa mereka tidak memiliki Alkitab yang utuh. Bahkan, beberapa dari mereka tidak memiliki akses kepada satupun kitab dalam Perjanjian Baru. Itulah yang menjadi alasan pokok bagi Tuhan untuk tetap menyediakan para nabi dalam Perjanjian Baru. Para nabi inilah yang berperan untuk “mengisi celah” dengan tanggung jawab menyatakan pesan Allah kepada mereka yang tidak memiliki akses tersebut. Kitab terakhir dalam Perjanjian Baru (kitab Wahyu) belum diwahyukan sampai berakhirnya abad pertama. Jadi, pada waktu itu, yaitu waktu di mana Alkitab belum lengkap dan utuh, maka Allah mengirimkan para nabi untuk memberitakan Firman-Nya kepada umat-Nya.
Masihkah Nabi Diperlukan Saat Ini?
Jika orang-percaya diperhadapkan pada situasi atau pun pertanyaan apakah masih ada nabi yang sejati saat ini? Maka, perhatian orang-percaya saat ini harus dikembalikan pada pemahaman ini: bahwa apabila tujuan nabi yakni untuk mengungkapkan kebenaran dari Allah (bukan sekedar hanyalah berkarunia-nubuat). mengapa orang-orang-percaya masih memerlukan nabi saat ini, jika mereka sudah memiliki pewahyuan yang lengkap dari Allah di Alkitab? Jika nabi menjadi “dasar” dari gereja mula-mula, apakah gereja/orang Kristen masih membangun “dasar” saat ini?
Mungkin banyak orang-percaya masih ragu dan bingung tentang pemikiran bahwa banyak orang Kristen saat ini mempraktikkan pelayanan bernubuat yang sangat dominan dan intens. Perhatikanlah hal ini: mengenai bernubuat, dapatkah Allah memberikan pesan kepada seseorang agar disampaikan kepada orang lain? Tentu saja! Sanggupkah Allah mengungkapkan kebenaran kepada seseorang dengan cara supranatural dan memampukan orang itu menyampaikan pesan tersebut kepada orang lain? Tentu saja! Tetapi, apakah orang-percaya saat ini bisa memperoleh dan menggunakan karunia (rohani) bernubuat? Mungkin saja dan tentu harus diuji dengan sangat teliti dan hati-hati. Apakah ini nubuatan yang Alkitabiah? Atau, apakah mereka ini nabi karena sedang bernubuat? Tidak!
Cobalah perhatikan ini dengan baik. Setiap kali seseorang mengaku bahwa dia berbicara atas nama Allah (inilah inti dari kata bernubuat), kuncinya adalah dengan membandingkan apa yang dia sampaikan dengan apa yang Alkitab katakan/tetapkan. Jika Allah berbicara melalui seseorang pada saat ini, pesan tersebut akan sesuai dengan apa yang Allah telah katakan di Alkitab. Allah tidak bisa bertentangan dengan diri-Nya sendiri. 1 Yohanes 4:1 mengajarkan kepada kita bahwa, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.”
Pewahyuan Allah di dalam Alkitab sudah utuh dan lengkap. Orang Kristen tidak membutuhkan pewahyuan baru:
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” – (2 Tim. 3:16 ITB)
Hikmat dan wahyu tentang Allah dapat diperoleh oleh orang-percaya melalui Friman-Nya sendiri, yakni di dalam Alkitab:
“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya.” – (Yak. 1:5 ITB)
Peramalan/nubuatan peristiwa masa depan bukanlah suatu keharusan tetapi hanya merupakan bagian insidental dari jabatan kenabian. Tugas besar yang diberikan kepada para nabi yang dibesarkan Tuhan di antara orang-orang adalah “untuk memperbaiki pelanggaran moral dan budaya-berpikir (Yahudi), untuk mewartakan kebenaran moral dan nilai-nilai rohani yang agung yang terkait dengan karakter Tuhan, dan yang terletak di dasar pemerintahan-Nya TUHAN.”
Penutup
Nabi baru membawa pewahyuan baru. Perlukah? Jika seseorang masih ragu dengan penjelasan mengenai hal bernubuat ini, atau mungkin seseorang memiliki perasaan takut jika salah dalam menanggapi karunia bernubuat ini, jangan kuatir karena Alkitab dapat meyakinkan akan hal ini. Perhatikanlah pernyataan dalam 1 Tesalonika 5:20-21 ini, “dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” Jadi, apakah pesan tersebut merupakan “pesan dari Allah”. Apa yang dilakuan oleh beberapa orang-percaya yang mungkin menyerupai nabi sejati di Alkitab, mungkin hanya terlihat sejauh sebuah nubuatan, respon gereja/orang-percaya harus sama yakni bandingkan apa yang disampaikannya dengan apa yang dinyatakan Firman Allah. Jika bertentangan dengan Alkitab, maka abaikan saja. Jika sesuai dengan Alkitab, berdoalah memohon hikmat dan kearifan dari Roh Kudus untuk menjalankan pesan itu.